BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Meskipun upaya-upaya untuk proteksi,
pada setiap pembiayaan yang akan atau telah disalurkan, dilakukan pengamanan
sejak dini, yaitu sejak pertama kali customer
datang untuk mengajukan permohonan pembiayan, kepada customer diperkenalkan sistem dan prosedur yang harus dilalui dan
dilakukan. Dalam praktiknya masih terjadi berbagai penyimpangan, baik karena
kelalaian account officer maupun
masalah yang ditimbulkan oleh customer.
Mak, dalam makalah ini akan dijelaskan rambu-rambu yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh account officer
atau etugas lainnya. Dengan adanya rambu-rambu ini, diharapkan setiap bank
lebih meningkatkan kehati-hatiannya dalam pemyaluan pembiyaan sehinggatidak
mengalami kerugian dikemudian hari. Menyadari bahwa situasi lingkungan
eksternal dan internal mengalami perkembangan yang pesat, diikuti dengan
semangkin kompleksnya risiko kegiatan usaha, maka harus lebih meningkatkan
kebutuhan, praktik tatakelola bank yang sehat (good coorperate goverment) dan penerapan manajemen risiko yang
meliputi pengawasan aktif dari seluruh pengurus, kebijakan, prosedur dan
penetapan limit resiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem
informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern. Perlu
lebih ditingkatkan sehingga pengalaman pahit yang terjadi pada beberapa waktu
yang lalu tidak terulang.
Dalam pertumbuhan bisnis lembaga
keuangan yang cepat, perlu lebih ditingkatkan kualitas pelayanan kepada customer disertai dengan pengawasan yang
ketat sehingga pengalaman pahit runtuhnya bisnis perbankan, terutama dalam
bidang pembiayaan yang terjadi pada masa lalu, tidak terulang kembali.
Menyadari kondisi tersebut, di samping berlomba-lomba memberikan pelayanaan prima
kepada customer-nya, juga tidak
melupakan peningkatan kualitas pengawasan dengan proteksi dari berbagai sisi
kegiatan sehingga bisnis bank meningkat, dan di sisi lain kualitas pengelolaan
meningkat, yang termassuk di dalamnya pengawasan.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakangdi atas maka
rumusan masalah yang dimunculkan adalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan proteksi pembiayaan?
2. Prinsip
kehati-hatian dalam pembiayaan?
3. Prinsip
dasar penjamin pembiayaan?
4. Peserta
program penjamin pembiayaan?
C.
Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka
adapun tujuan pembahasan makalh ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan proteksi pembiayaan
2. Untuk
mengetahui prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan
3. Untuk
mengetahui prinsip dasar penjaminan pembayaan
4. Untuk
mengetahui program penjamin pembiayaan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Proteksi Pembiayaan
B.
Prinsip Kehati-hatian
Salah
satu kewajiban yang harus terpenuhi adalah tentang keharusan penerapan “prinsip mengenal customer”(Know Your
Customer Principle). prinsip mengenal customer
merupakan suatu hal yang baru. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pedoman dalam
rangka peaksanaanya. Menyadari adanya kebutuhan tersebut, perlu dibentuk task force untuk menyusun suatu pedoman
standar penerapan prinsip mengenal customer
yang untuk selanjutnya disebut dengan “pedoman standar”. Dalam menyusun pedoman
standar ini, task force banyak mengacu
kepada international best practises.
Dengan adanya pedoman standar ini, diharapkan dapat menyusun suatu pedoman
pelaksanaan yang memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan dalam ketentuan
tentang penerapan prinsip mengenal customer.[1])
Diberlakukannya
Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003, diikuti dengan
Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tetang Penerapan Prinsip Mengenal Customer (Know Your Customer Principle) adalah salah
satu upaya untuk mencegah agar perbankan tidak digunakan sebagai sarana
kejahatan. Bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip mengenal customer yang terdiri dari kebijakan dan
prosedur penerimaan dan identifikasi customer,
serta kebijakan dan prosedur manajemen risiko. Penerapan dan kebijakan prosedur
tersebut bertujuan agar bank dapat mengenali profil customer maupun karakteristik setiap transaksi customer sehingga pada gilirannya bank dapat mengidentifikasi
transaksi keuangan mencurigakan (suspicious
transaction) dan selanjutnya melaporkan kepada PPATK. Dengan menerapkan
prinsip mengenal customer berarti
bank juga dapat meminimalkan kemungkinan risiko yang mungkin timbul,yaitu operational risk , legal risk, concentraction risk, dan reputational risk.
Salah
satu prasyarat dan kondisi yang harus terpenuhi untuk meningkatkan efektivitas
penerapan prinsip mengenal customer
adalah adanya kesamaan persepsi dan pemahaman
oleh perbankan, masyarakat pengguna jasa, instansi terkait, dan aparat
penegak hukum mengenai pentingnya penerapan prinsip tersebut.. salah satu upaya
yang saat ini tengah dilakukanadalah komunikasi dan sosialisasi secaraintensif
dan berkesinambungan dengan masyarakat luas. Persamaan persepsi dimaksud perlu
dicapai, mulai dari tingkat kebijakan sampai dengan pelaksanaanya. Untuk itu,
diperlukan adnya pedoman standarpenerapan prinsip mengenal customer yang dapat dijadikan acuan utama dalam menyusun pedoman
pelaksanaan penerapan prinsip mengenal customer.
Pedoman pelaksanaan dimaksud harus memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan
dalam pedoman standar sesuai dengan kebutuhan setiap bank yang tercermin dari
komplesitas kegiatan usahanya sehingga pedoman pelaksanaan tersebut akan lebih perinci dan komperhensif.[2])
Dalam
rangka mendukung pelaksanaan prinsip mengenal customer, bank wajib membentuk unit kerja penerapan prinsip
mengenal customer (UKPN) atau
menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal customer. Pembentukan unit kerja
penerapan prinsip mengenal customer (UKPN)
dilakukan apabila dalam rangka melaksanakan prinsip mengenal customer membutuhkan suatu unit kerja
yang secara khusus menanganinya. Apabila berdasarkan pertimbangan beba tugas
operasioanal dan kompleksitas usahanya, bank memandang belum membutuhkan UKPN,
maka dapat menujuk sekurang-kurangnya seorang pejabat yang melaksanakan tugas
UKPN. Jabatan tersebut dapat dirangkap oleh pejabat yang mempunyai tugas lain,
sepanjang tugas lain itu tidak merupakan bagian dari tugas operasional seperti
unit kerja manajemen risiko. Bank wajib menetapkan UKPN sebagai unit kerja
struktural dalam struktur organisasi bank. Dalam menjalankan tugasnya, UKPN
melaporkan dan bertanggung jawab langsung kepada direktur kepatuhan. Apabila
bank belum mebentuk UKPN dan hanya menunjuk seorang pejabat, maka khusus untuk
penerapan prinsip mengenal customer,
pejabat tersebut melapor dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Kepatuhan.[3])
Tugas
pokok UKPN yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan tugas UKPN adalah:
1. Memastikan
ada pengembangan sistem identifikasi customer
dan transaski keuangan mencurigakan.
2. Memantau
penginian profil customer dan profil
transaksinya dan pemantauan costumer
yang dianggap mempunyai risiko tinggi.
3. Melakukan
koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan prinsip mengenal customer oleh unit-unit kerja terkait.
4. Menerima
dan melakukan analisis atas laporan transaksi keuangan mencurigakan yang
disampaikan oleh unit-unit kerja terkait.
5. Menyusun
transaksi laporan keuangan mencurigakan untuk disampaikan kepada PPATK.
6. Memantau,
menganalisis, dan merekomendasi kebutuhan training
prinsip mengenal customer bagi para
pejabat dan staf.
Wajib
memunyai kebijakan tentang penerimaan dan identifikasi calon customer, sekurang-kurangnya mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1. Permintaan
informasi mengenai calon customer, antar
lain:
a) Identitas
calon customer.
b) Maksud
dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan oleh calon customer.
c) Informasi
lain yang memungkinkan agar dapat mengetahui profil calon customer.
d) Identitas
pihak lain, dalam hal calon customer
bertindak untu dan atas nama pihak lain.
2. Permintaan
bukti-bukti identitas dan dokumen pendukunginformasi dari calon customer.
3. Penelitian
atas kebenaran bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung informasi dari calon
customer.
4. Pertemuan
dengan calon customer dilakukan
sekuarng-kurangnya pada saat pembukaan rekening termasuk pembukaan rekening
secara elektronis.
5. Apabila
dipandang perlu, dapat dilakukan wawancara kepada calon customer
untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran informasi, bukti-bukti identitas
dan dokumen pendukung calon customer.
6. Menolak
untuk membuka rekening dan atau menolak melaksanakan transaksi dengan calon
customer yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Diketahui
menggunakan identitas dan atau memberikan informasi yang tidak benar; atau
b) Berbentuk
shell banks yang mengizinkan
rekeningnya digunakan oleh shell banks.
Wajib memiliki kebijakan tentang pemantauan rekening
dan transaksi customer yang mencakup sekurang-kurangnya hal-hal
sebagai berikut:
1. Penatausahaan
dokumen yang berkaitan dengan identitas customer,
termasuk perantara dan/atau kuasa pihak lain (beneficial owner), dalam
jangka waktu sekurang-kurangnya liam tahun sejak customer menutup rekening; penatausahaan dokumen untuk customer yang tidak memiliki rekening (walk-in customer) sekurang-kurangnya
lima tahun sejak transaksi dilakukan.
2. Penginian
(updating) data dalam hal terdapat
perubahan dokumen yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas.
3. Pengembangan
sistim informasi yang secara efektif dapat membantu petugas bank dalam
melakukan identifikasi, analisis, pemantauan, dan menyediakan laporan mengenai transaksi yang dilakukan oleh customer. Sisti, informasi ini
memungkinkan untuk menelusuri setiap transaksi (individual transaction), baik untuk keperluan intern maupun dalam
kaitannya dengan kasus peradilan.
C.
Prinsip Dasar Penjamin Pembiayaan
Program
penjamin kepada UKM awalnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan UKM yang
memiliki prospek usaha yang baik untuk mendapat akses kepada perbankan dan
lembaga keuangan lain. Namun, pada praktiknya dihadapkan pada berbagai
kesuliatan karena tidak memiliki agunan yang memadai sebagai persyaratan dari
perbankan. Disinilah perusahaan penjamin dapat berperan untuk mengatasi kendala
utama yang dihadapi oleh UKM.[4])
Agar
masyarakat atau customer memperoleh
penjamin, maka perusahaan penjaminan menetapkan jasa (fee) penajamin yang cukup rendah, berkisar 0,5%-2,5% dari
nilaipembiayaan yang diajukan. Ada dua sistim penajamin kepada perusahaan
penjaminan; (i) dibayar oleh lembagakeuangan, dan (ii) dibayarkan oleh
peminjam.
Ada
dua model mekanisme coverage
penjaminan yang dilakukan oleh perusahaan penjamnan terhadap UKM yang akan
memperoleh pembiayaan bank. Pertama,
perusahaan penjaminan melakukan coverage penjaminan
dan kemudian mengasuransikannya kepada perusahaan asuarnsi (reasuransi). Indonesia, Taiwan, Korea, India dan Malaysia
menggunakan model pertama, dan hanya Jepang yang menganut model reasuransi.
Perbedaaan mendasar dari kedua model ini bahwa di Jepang, risiko penjaminan
yang ditanggung oleh perusahaan penjaminan akan diklaim kepada perushaan
asuransi (JASMEC). Adapun prinsip-prinsip penjaminan pembiayaan adalah:[5])
1. Merupakan
pelengkap dari suatu sistim pembiayaan;
2. Penjaminan
pembiayaan hanya diberikan bila proyeknya layak;
3. Penjaminan
pembiayaan merupakan pelengkap agunan. Penjaminan diberikan kepada calon
mudharib yang tidak memiliki atau kekurangan agunan;
4. Calon
mudharib yang telah cukup agunannnya dapat dimintakan penjaminan pembiayaan
apabila dikehendaki oleh pembiayaan;
5. Penarikan
subrogasi tetap menjadi tugas
pembiayaan.
Kesuksesan implementasisistim penjaminan pembiayaan dapat dimungkinkan oleh
beberapa hal:
1. Dukungan
pemerintah yang diwujudkan, yaitu dengan memberikan bantuan permodalan yang
disertai dengan supervisi kepada lembaga penjaminan pembiayaan.
2. Terdapat
lemabaga reguarantee/reasuransi, agar
lembaga penjaminan pembiayaan dapat membagi risiko atas pembiayaan yang
dijaminkan.
3. Bank
dan lembaga keuangan lainnya harus membutuhkan lembaga jaminan. Tanpa
ketertarikan pembiayaan untuk menjaminkan pembiayaannya kepada lembaga
penjaminan pembiayaan, mustahil sistim penjaminan pembiayaan akan berhasil.
Di beberapa negara, program
penjaminan yang dilakukan oleh perusahaan penjaminan juga diikuti oleh jasa
nonpenjaminan. Perusahaan penjaminan dapat juga menyediakan jasa sistem
informasi pembiayaan untuk mendukung. Perusahaan penjaminan akan melakukan
investigasi terhadap pembiayaan yang diajukan oleh lembaga perbankan untuk
memperoleh penjaminan. Perusahaan penjaminan juga memberikan dukungan kepada
petugas perbankan dalam rangka investigasi kelayakan usaha mudharib bank.[6])
D.
Peserta Program Penjamin Pembiayaan
LPK menjaminkan pembiayaan yang
diberikan oleh bank umum, perusahaan leasing
dan factoring, perusahaan ventura,
perusahaan consumer finance, lembaga
keuangan lain seperti BPRS,yang menawarkan pembiayaanatau penjualan dengan pembayaran
mencicil.
Secara umum, lembaga keuangan yang
dapat menjadi peserta program penjaminan sebelumnya harus terdaftar pada
perusahaan penjaminan. Di beberapa negara, lembaga keuangan yang menjadi shareholder otomatis sebagai “member of lending institutions”. Hampir
seluruh program penjaminan untuk UKM yang bertujuan untuk memperoleh pembiayaan
dapat dilakukan oleh seluruh lembaga keuangan. Meskipun demikian, untuk
beberapa program penjaminan, lemabaga perbankan harus terdaftar perusahaan
penjaminan terlebih dahulu. LPK harus mengeluarkan sertifikat penjaminan
pembiayaan kepada langganannya, yaitu kepada bank, lembagakeuangan, maupun
langsung kepada UKM.[7])
Bagi lembaga keuangan, pembiayaan
merupakan sumer pendapatan uatama, tapi
juga sumber masalah karena akan menentukan tingkat kesehatan. Lembagakeuangan
membutuhkan lembaga jaminan untuk mengantisipasi risiko kegagalan. Pembiayaan
sebgai aktiva berisiko selayaknya dijamin dengan asuransi pembiayaaan
bermasalah, maka:
1. Hilanglah
kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan sehingga mengurangi rentabilitas;
2. Cash-flow
bak terganggu sehingga likuiditas menrun;
3. Karena
rentabilitasmenurun, maka biya pembentukan PPAP harus diambil dari modal bank
terkikis, dan menurunkan Capital Adequacy
Ratio (CAR).
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Salah
satu kewajiban yang harus terpenuhi adalah tentang keharusan penerapan “prinsip mengenal customer”(Know Your
Customer Principle). prinsip mengenal customer.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip mengenal customer, bank wajib membentuk unit kerja penerapan prinsip
mengenal customer (UKPN) atau
menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal customer. Pembentukan unit kerja
penerapan prinsip mengenal customer (UKPN)
dilakukan apabila dalam rangka melaksanakan prinsip mengenal customer membutuhkan suatu unit kerja
yang secara khusus menanganinya.
Program penjamin kepada UKM awalnya
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan UKM yang memiliki prospek usaha yang
baik untuk mendapat akses kepada perbankan dan lembaga keuangan lain.
Adapun
prinsip-prinsip penjaminan pembiayaan adalah:
1. Merupakan
pelengkap dari suatu sistim pembiayaan;
2. Penjaminan
pembiayaan hanya diberikan bila proyeknya layak;
3. Penjaminan
pembiayaan merupakan pelengkap agunan. Penjaminan diberikan kepada calon
mudharib yang tidak memiliki atau kekurangan agunan;
4. Calon
mudharib yang telah cukup agunannnya dapat dimintakan penjaminan pembiayaan
apabila dikehendaki oleh pembiayaan;
5. Penarikan
subrogasi tetap menjadi tugas
pembiayaan.
LPK menjaminkan pembiayaan yang
diberikan oleh bank umum, perusahaan leasing
dan factoring, perusahaan ventura,
perusahaan consumer finance, lembaga
keuangan lain seperti BPRS, yang menawarkan pembiayaanatau penjualan dengan
pembayaran mencicil. Secara umum, lembaga keuangan yang dapat menjadi peserta
program penjaminan sebelumnya harus terdaftar pada perusahaan penjaminan.
[1]) Rivai Veithzal, 2008, Islamic Financial Management, PT Raja
Grafindo Ppersad; Jakarta, hal. 619
0 Comment to "Proteksi Pembiayaan"
Post a Comment