Monday, 23 November 2015

Proteksi Pembiayaan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Meskipun upaya-upaya untuk proteksi, pada setiap pembiayaan yang akan atau telah disalurkan, dilakukan pengamanan sejak dini, yaitu sejak pertama kali customer datang untuk mengajukan permohonan pembiayan, kepada customer diperkenalkan sistem dan prosedur yang harus dilalui dan dilakukan. Dalam praktiknya masih terjadi berbagai penyimpangan, baik karena kelalaian account officer maupun masalah yang ditimbulkan oleh customer. Mak, dalam makalah ini akan dijelaskan rambu-rambu yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh account officer atau etugas lainnya. Dengan adanya rambu-rambu ini, diharapkan setiap bank lebih meningkatkan kehati-hatiannya dalam pemyaluan pembiyaan sehinggatidak mengalami kerugian dikemudian hari. Menyadari bahwa situasi lingkungan eksternal dan internal mengalami perkembangan yang pesat, diikuti dengan semangkin kompleksnya risiko kegiatan usaha, maka harus lebih meningkatkan kebutuhan, praktik tatakelola bank yang sehat (good coorperate goverment) dan penerapan manajemen risiko yang meliputi pengawasan aktif dari seluruh pengurus, kebijakan, prosedur dan penetapan limit resiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, sistem informasi, dan pengendalian risiko, serta sistem pengendalian intern. Perlu lebih ditingkatkan sehingga pengalaman pahit yang terjadi pada beberapa waktu yang lalu tidak terulang.
            Dalam pertumbuhan bisnis lembaga keuangan yang cepat, perlu lebih ditingkatkan kualitas pelayanan kepada customer disertai dengan pengawasan yang ketat sehingga pengalaman pahit runtuhnya bisnis perbankan, terutama dalam bidang pembiayaan yang terjadi pada masa lalu, tidak terulang kembali. Menyadari kondisi tersebut, di samping berlomba-lomba memberikan pelayanaan prima kepada customer-nya, juga tidak melupakan peningkatan kualitas pengawasan dengan proteksi dari berbagai sisi kegiatan sehingga bisnis bank meningkat, dan di sisi lain kualitas pengelolaan meningkat, yang termassuk di dalamnya pengawasan.
B.    Rumusan Masalah
            Dari latar belakangdi atas maka rumusan masalah yang dimunculkan adalah sebagai berikut:
1.     Apa yang dimaksud dengan proteksi pembiayaan?
2.     Prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan?
3.     Prinsip dasar penjamin pembiayaan?
4.     Peserta program penjamin pembiayaan?

C.    Tujuan
            Dari rumusan masalah di atas maka adapun tujuan pembahasan makalh ini adalah sebagai berikut:
1.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan proteksi pembiayaan
2.     Untuk mengetahui prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan
3.     Untuk mengetahui prinsip dasar penjaminan pembayaan
4.     Untuk mengetahui program penjamin pembiayaan

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Proteksi Pembiayaan
Proteksi adalah “kehati-hatian” atau “perlindungan”, sedangkan pembiayaan adalah
B.    Prinsip Kehati-hatian
Salah satu kewajiban yang harus terpenuhi adalah tentang keharusan penerapan “prinsip mengenal customer”(Know Your Customer Principle). prinsip mengenal customer merupakan suatu hal yang baru. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pedoman dalam rangka peaksanaanya. Menyadari adanya kebutuhan tersebut, perlu dibentuk task force untuk menyusun suatu pedoman standar penerapan prinsip mengenal customer yang untuk selanjutnya disebut dengan “pedoman standar”. Dalam menyusun pedoman standar ini, task force banyak mengacu kepada international best practises. Dengan adanya pedoman standar ini, diharapkan dapat menyusun suatu pedoman pelaksanaan yang memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan dalam ketentuan tentang penerapan prinsip mengenal customer.[1])
Diberlakukannya Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003, diikuti dengan Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tetang Penerapan Prinsip Mengenal Customer (Know  Your Customer Principle) adalah salah satu upaya untuk mencegah agar perbankan tidak digunakan sebagai sarana kejahatan. Bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip mengenal customer yang terdiri dari kebijakan dan prosedur penerimaan dan identifikasi customer, serta kebijakan dan prosedur manajemen risiko. Penerapan dan kebijakan prosedur tersebut bertujuan agar bank dapat mengenali profil customer maupun karakteristik setiap transaksi customer sehingga pada gilirannya bank dapat mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) dan selanjutnya melaporkan kepada PPATK. Dengan menerapkan prinsip mengenal customer berarti bank juga dapat meminimalkan kemungkinan risiko yang mungkin timbul,yaitu operational risk , legal risk, concentraction  risk, dan reputational risk.
Salah satu prasyarat dan kondisi yang harus terpenuhi untuk meningkatkan efektivitas penerapan prinsip mengenal customer adalah adanya kesamaan persepsi dan pemahaman  oleh perbankan, masyarakat pengguna jasa, instansi terkait, dan aparat penegak hukum mengenai pentingnya penerapan prinsip tersebut.. salah satu upaya yang saat ini tengah dilakukanadalah komunikasi dan sosialisasi secaraintensif dan berkesinambungan dengan masyarakat luas. Persamaan persepsi dimaksud perlu dicapai, mulai dari tingkat kebijakan sampai dengan pelaksanaanya. Untuk itu, diperlukan adnya pedoman standarpenerapan prinsip mengenal customer yang dapat dijadikan acuan utama dalam menyusun pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal customer. Pedoman pelaksanaan dimaksud harus memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan dalam pedoman standar sesuai dengan kebutuhan setiap bank yang tercermin dari komplesitas kegiatan usahanya sehingga pedoman pelaksanaan tersebut  akan lebih perinci dan komperhensif.[2])
Dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip mengenal customer, bank wajib membentuk unit kerja penerapan prinsip mengenal customer (UKPN) atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal customer. Pembentukan unit kerja penerapan prinsip mengenal customer (UKPN) dilakukan apabila dalam rangka melaksanakan prinsip mengenal customer membutuhkan suatu unit kerja yang secara khusus menanganinya. Apabila berdasarkan pertimbangan beba tugas operasioanal dan kompleksitas usahanya, bank memandang belum membutuhkan UKPN, maka dapat menujuk sekurang-kurangnya seorang pejabat yang melaksanakan tugas UKPN. Jabatan tersebut dapat dirangkap oleh pejabat yang mempunyai tugas lain, sepanjang tugas lain itu tidak merupakan bagian dari tugas operasional seperti unit kerja manajemen risiko. Bank wajib menetapkan UKPN sebagai unit kerja struktural dalam struktur organisasi bank. Dalam menjalankan tugasnya, UKPN melaporkan dan bertanggung jawab langsung kepada direktur kepatuhan. Apabila bank belum mebentuk UKPN dan hanya menunjuk seorang pejabat, maka khusus untuk penerapan prinsip mengenal customer, pejabat tersebut melapor dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Kepatuhan.[3])
Tugas pokok UKPN yang bertanggung  jawab untuk melaksanakan tugas UKPN adalah:
1.     Memastikan ada pengembangan sistem identifikasi customer dan transaski keuangan mencurigakan.
2.     Memantau penginian profil customer dan profil transaksinya dan pemantauan costumer yang dianggap mempunyai risiko tinggi.
3.     Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan prinsip mengenal customer oleh unit-unit kerja terkait.
4.     Menerima dan melakukan analisis atas laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan oleh unit-unit kerja terkait.
5.     Menyusun transaksi laporan keuangan mencurigakan untuk disampaikan kepada PPATK.
6.     Memantau, menganalisis, dan merekomendasi kebutuhan training prinsip mengenal customer bagi para pejabat dan staf.
      Wajib memunyai kebijakan tentang penerimaan dan identifikasi calon customer, sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.     Permintaan informasi mengenai calon customer, antar lain:
a)     Identitas calon customer.
b)     Maksud dan tujuan hubungan usaha yang akan dilakukan oleh calon customer.
c)     Informasi lain yang memungkinkan agar dapat mengetahui profil calon customer.
d)     Identitas pihak lain, dalam hal calon customer bertindak untu dan atas nama pihak lain.
2.     Permintaan bukti-bukti identitas dan dokumen pendukunginformasi dari calon customer.
3.     Penelitian atas kebenaran bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung informasi dari calon customer.
4.     Pertemuan dengan calon customer dilakukan sekuarng-kurangnya pada saat pembukaan rekening termasuk pembukaan rekening secara elektronis.
5.     Apabila dipandang perlu, dapat dilakukan wawancara kepada  calon customer untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran informasi, bukti-bukti identitas dan dokumen pendukung calon customer.
6.     Menolak untuk membuka rekening dan atau menolak melaksanakan transaksi dengan calon customer yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a)     Diketahui menggunakan identitas dan atau memberikan informasi yang tidak benar; atau
b)     Berbentuk shell banks yang mengizinkan rekeningnya digunakan oleh shell banks.
Wajib memiliki kebijakan tentang pemantauan rekening dan transaksi customer  yang mencakup sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
1.     Penatausahaan dokumen yang berkaitan dengan identitas customer, termasuk perantara dan/atau kuasa pihak lain (beneficial owner),  dalam jangka waktu sekurang-kurangnya liam tahun sejak customer menutup rekening; penatausahaan dokumen untuk customer yang tidak memiliki rekening (walk-in customer) sekurang-kurangnya lima tahun sejak transaksi dilakukan.
2.     Penginian (updating) data dalam hal terdapat perubahan dokumen yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas.
3.     Pengembangan sistim informasi yang secara efektif dapat membantu petugas bank dalam melakukan identifikasi, analisis, pemantauan, dan menyediakan laporan mengenai  transaksi yang dilakukan oleh customer. Sisti, informasi ini memungkinkan untuk menelusuri setiap transaksi (individual transaction), baik untuk keperluan intern maupun dalam kaitannya  dengan kasus peradilan.
C.    Prinsip Dasar Penjamin Pembiayaan
Program penjamin kepada UKM awalnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan UKM yang memiliki prospek usaha yang baik untuk mendapat akses kepada perbankan dan lembaga keuangan lain. Namun, pada praktiknya dihadapkan pada berbagai kesuliatan karena tidak memiliki agunan yang memadai sebagai persyaratan dari perbankan. Disinilah perusahaan penjamin dapat berperan untuk mengatasi kendala utama yang dihadapi oleh UKM.[4])
Agar masyarakat atau customer memperoleh penjamin, maka perusahaan penjaminan menetapkan jasa (fee) penajamin yang cukup rendah, berkisar 0,5%-2,5% dari nilaipembiayaan yang diajukan. Ada dua sistim penajamin kepada perusahaan penjaminan; (i) dibayar oleh lembagakeuangan, dan (ii) dibayarkan oleh peminjam.
Ada dua model mekanisme coverage penjaminan yang dilakukan oleh perusahaan penjamnan terhadap UKM yang akan memperoleh pembiayaan bank. Pertama, perusahaan penjaminan melakukan coverage penjaminan dan kemudian mengasuransikannya kepada perusahaan asuarnsi (reasuransi). Indonesia, Taiwan, Korea, India dan Malaysia menggunakan model pertama, dan hanya Jepang yang menganut model  reasuransi. Perbedaaan mendasar dari kedua model ini bahwa di Jepang, risiko penjaminan yang ditanggung oleh perusahaan penjaminan akan diklaim kepada perushaan asuransi (JASMEC). Adapun prinsip-prinsip penjaminan pembiayaan adalah:[5])
1.     Merupakan pelengkap dari suatu sistim pembiayaan;
2.     Penjaminan pembiayaan hanya diberikan bila proyeknya layak;
3.     Penjaminan pembiayaan merupakan pelengkap agunan. Penjaminan diberikan kepada calon mudharib yang tidak memiliki atau kekurangan agunan;
4.     Calon mudharib yang telah cukup agunannnya dapat dimintakan penjaminan pembiayaan apabila dikehendaki oleh pembiayaan;
5.     Penarikan subrogasi tetap menjadi tugas pembiayaan.
            Kesuksesan implementasisistim penjaminan pembiayaan dapat dimungkinkan oleh beberapa hal:
1.     Dukungan pemerintah yang diwujudkan, yaitu dengan memberikan bantuan permodalan yang disertai dengan supervisi kepada lembaga penjaminan pembiayaan.
2.     Terdapat lemabaga reguarantee/reasuransi, agar lembaga penjaminan pembiayaan dapat membagi risiko atas pembiayaan yang dijaminkan.
3.     Bank dan lembaga keuangan lainnya harus membutuhkan lembaga jaminan. Tanpa ketertarikan pembiayaan untuk menjaminkan pembiayaannya kepada lembaga penjaminan pembiayaan, mustahil sistim penjaminan  pembiayaan akan berhasil.
            Di beberapa negara, program penjaminan yang dilakukan oleh perusahaan penjaminan juga diikuti oleh jasa nonpenjaminan. Perusahaan penjaminan dapat juga menyediakan jasa sistem informasi pembiayaan untuk mendukung. Perusahaan penjaminan akan melakukan investigasi terhadap pembiayaan yang diajukan oleh lembaga perbankan untuk memperoleh penjaminan. Perusahaan penjaminan juga memberikan dukungan kepada petugas perbankan dalam rangka investigasi kelayakan usaha mudharib bank.[6])
D.    Peserta Program Penjamin Pembiayaan
            LPK menjaminkan pembiayaan yang diberikan oleh bank umum, perusahaan leasing  dan factoring, perusahaan ventura, perusahaan consumer finance, lembaga keuangan lain seperti BPRS,yang menawarkan pembiayaanatau penjualan dengan pembayaran mencicil.
            Secara umum, lembaga keuangan yang dapat menjadi peserta program penjaminan sebelumnya harus terdaftar pada perusahaan penjaminan. Di beberapa negara, lembaga keuangan yang menjadi shareholder otomatis sebagai “member of lending institutions”. Hampir seluruh program penjaminan untuk UKM yang bertujuan untuk memperoleh pembiayaan dapat dilakukan oleh seluruh lembaga keuangan. Meskipun demikian, untuk beberapa program penjaminan, lemabaga perbankan harus terdaftar perusahaan penjaminan terlebih dahulu. LPK harus mengeluarkan sertifikat penjaminan pembiayaan kepada langganannya, yaitu kepada bank, lembagakeuangan, maupun langsung kepada UKM.[7])
            Bagi lembaga keuangan, pembiayaan merupakan sumer pendapatan  uatama, tapi juga sumber masalah karena akan menentukan tingkat kesehatan. Lembagakeuangan membutuhkan lembaga jaminan untuk mengantisipasi risiko kegagalan. Pembiayaan sebgai aktiva berisiko selayaknya dijamin dengan asuransi pembiayaaan bermasalah, maka:
1.     Hilanglah kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan sehingga mengurangi rentabilitas;
2.     Cash-flow bak terganggu sehingga likuiditas menrun;
3.     Karena rentabilitasmenurun, maka biya pembentukan PPAP harus diambil dari modal bank terkikis, dan menurunkan Capital Adequacy Ratio (CAR).





                                









BAB III
PENUTUP

A.    kesimpulan
Salah satu kewajiban yang harus terpenuhi adalah tentang keharusan penerapan “prinsip mengenal customer”(Know Your Customer Principle). prinsip mengenal customer. Dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip mengenal customer, bank wajib membentuk unit kerja penerapan prinsip mengenal customer (UKPN) atau menunjuk pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal customer. Pembentukan unit kerja penerapan prinsip mengenal customer (UKPN) dilakukan apabila dalam rangka melaksanakan prinsip mengenal customer membutuhkan suatu unit kerja yang secara khusus menanganinya.
            Program penjamin kepada UKM awalnya ditujukan untuk meningkatkan kemampuan UKM yang memiliki prospek usaha yang baik untuk mendapat akses kepada perbankan dan lembaga keuangan lain.
Adapun prinsip-prinsip penjaminan pembiayaan adalah:
1.     Merupakan pelengkap dari suatu sistim pembiayaan;
2.     Penjaminan pembiayaan hanya diberikan bila proyeknya layak;
3.     Penjaminan pembiayaan merupakan pelengkap agunan. Penjaminan diberikan kepada calon mudharib yang tidak memiliki atau kekurangan agunan;
4.     Calon mudharib yang telah cukup agunannnya dapat dimintakan penjaminan pembiayaan apabila dikehendaki oleh pembiayaan;
5.     Penarikan subrogasi tetap menjadi tugas pembiayaan.
            LPK menjaminkan pembiayaan yang diberikan oleh bank umum, perusahaan leasing  dan factoring, perusahaan ventura, perusahaan consumer finance, lembaga keuangan lain seperti BPRS, yang menawarkan pembiayaanatau penjualan dengan pembayaran mencicil. Secara umum, lembaga keuangan yang dapat menjadi peserta program penjaminan sebelumnya harus terdaftar pada perusahaan penjaminan.


[1]) Rivai Veithzal, 2008, Islamic Financial Management, PT Raja Grafindo Ppersad; Jakarta, hal. 619
[2]) Ibid., hlm. 621
[3]) Ibid
[4]) Ibid., hlm. 648
[5]) Ibid., hlm. 649
[6]) Ibid
[7]) Ibid

Share this

0 Comment to "Proteksi Pembiayaan"

Post a Comment