Monday, 23 November 2015

Manajemen dana bank syariah



BAB II
PEMBAHASAN

1.     Manajemen Dana Bank Syari’ah
            Semua organisasi, baik yang berbentuk swasta, badan yang bersifat publik ataupun lembaga-lembaga social kemasyarakatan, tentu mempunyai tujuan sendiri-sendiri yang merupakan motivasi dari pendirinya. Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (Profit). Untuk mendapat keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer nimanapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.[1])
                    Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas Funding untuk disalurkan kapada aktifitas Financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Bank syari’ah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam, syari’ah dan tradisinya dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain terkait.[2])

2.     Batasan dan Pengukuran Dana Bank Syari’ah
a.      Struktur Modal
      Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaliguus bersfungsi sebagai penjaga kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu modal juga harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadi resiko, terutama dana-dana pihak ketiga atau masyarakat. Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan dengan rasio tertentu yang disebut dengan rasio kecukupan modal atau capital adequency ratio (CAR). Tingkat kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga dan membandingkan dengan aktiva beresiko.[3])
b.     Pemeliharaan Likuiditas
      Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk merubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan dari sudut pasiva, adalah kewajiban bank memenuhi kebutuhan dana melalui portofolio liabilitas. Kemampuan likuiditas asset tergantung pada faktor utama, yaitu kandungan daya cair asset itu sendiri dan daya jual asset tersebut.[4])
c.      Aktiva produktif (pembiayaan)
      Kegiatan pembiayaan (financing) merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berupakan deficit unit, yang menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi dalam:
·       Memenuhi kebutuhan komsumsi, yang akan habis untuk memenuhi kebutuhan,
·       Produksi dalam arti luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

3.     Sumber-sumber Dana Bank Syari’ah
            Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada saat tertentu akan ditarik kembali, baik secara sekaligus atau berangsur-angsur. Dalam pandangan syari’ah uang bukanlah merupakan suatu komoditi melaikan hanya merupakan alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini berbeda dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Dana bank syari’ah berasal dari tiga sumber yaitu modal inti (core capital), kuasi ekuitas (Mudharabah account), dan titipan (wadi’ah)  atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).
a.      Modal Inti (Core capital)
      Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:
·       Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham.
·       Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang didihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian dikemudian hari.
·       Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
b.     Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account)
      Bank menghimpun dana bagi hasil atas prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shabibhul malal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan usaha bersama, dan pemilik dana pemilik dana tidak boleh mencampuri pengolahan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Berdasarkan prinsip ini bank sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:
·       Rekening investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah, simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu.
·       Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manejer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau kehendaki.
·       Rekening tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengolahan rekening tabungan. Salah satu syarat mudharabah adalah dananya harus dalam bentuk uang (monetary form), dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadiah.
c.      Dana Titipan (Wadi’ah/Non Remunerated Deposit)
      Dana titipan (wadi’ah) adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi orang menitipkan dana kepada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
·       Rekening giro wadi’ah, bank islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi’ah. Dalam hal ini bank menggunakan prinsip Wadi’ah yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadi’ah.
·       Rekening tabungan wadi’ah, prinsip wadi’ah yad dhamanah  ini juga dipergunakan oleh bank dalam mengelolah jasa tabungan, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari nasabah menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank.

4.     Penggunaan Dana Bank Syari’ah
            Tampak jelas bahwa keberadaan lembaga keuangan dalam islam sangatlah vital karena kegiatan bisnis dan roda ekonomi tidak akan berjalan tampanya. Dalam bank syariah terdapat bagaimana cara bank mengelola dan menggunakan dana, yaitu:
a.      Earning Asets
·       Mudharabah, bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja, hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Bagi hasil keuntungan melalui perjanjian yeng sesuai dengan porsinya atau disebut Nisbah.
·       Salam, pembiayaan kepada nasabah untuk membuat barang tertentu atau pesanan pihak-pihak lain atau pembeli. Bank memberikan dana pembiayaannya di awal untuk membuat barang tersebut setelah adanya kesepakatan tentang harga jual kepada pembeli. Barang yang akan dibeli berada dalam tanggungan nasabah dengan ciri-ciri yang telah ditentukan.
·       Istisna’, pembiayaan kepada nasabah yang terlebih dahulu memesan barang kepada bank atau produsen lain dengan kriteria tertentu , kemudian nasabah dan bank membuat perjanjian yank mengikat tentang harga jual dan cara pembayarannya.
·       Murabahah, pembiayaan barang local ataupun internasional. Pembelian ini dapat diaplikasikan untuk modal kerja dan pembiayaan investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan.
·       Musyarakah, pembiayaan sebagian dari modal usaha keseluruhan, dimana pihak bank akan dilibatkan dalam proses manajemen dan pembagian pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan.[5])
b.     Non Earning Assets
·       Aktiva dalam Bentuk Tunai (Cash Assets)
            Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets), yaitu terdiri dari uang         tunai dalam vault, cadangan likuiditas (primary reserve) yang       harus dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan item-item     tunai lain yang masih dalam proses penagihan. Dari cash assets ini           bank tidak memperoleh penghasilan, dan kalaupun ada sangat kecil        dan tidak berarti. Namun demikian, investasi pada cash assets adalah penting untuk mendukung fungsi simpanan dalam bank, dan     dalam beberapa hal juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan        layanan dari bank koresponden yang berkaitan dengan pembiayaan        investasi.
·       Pinjaman (qard), adalah salah satu kegiatan bank dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran islam. Untuk kegiatan ini bank tidak memperoleh penghasilan karena bank dilarang untuk menerima imbalan apapun dari penerima qard.
·       Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises and equipment), penanaman dana dalam bentuk ini juga tidak menghasilkan pendapatan bagi bank, tetapi merupakan kebutuhan bank untuk memfasilitasi pelaksanaan fungsi kegiatannya. Fasilitas ini terdiri dari bangunan gedung, kendaraan dan peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka menyediakan pelayanannya kepada nasabahnya.

5.     Sumber dan Alokasi Pendapatan
            Dana yang telah diperoleh bank akan dialokasikan untuk menghasilkan pendapatan. Dari pendapatan tersebut, kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh bank syariah.[6])
a.      Sumber pendapatan bank syariah
      Sesuai dengan akad-akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan bank. Hal ini dikatakan sebagai sumber-sumber pendapatan bank syariah. Dengan demikian, sumber pendapatan bank syariah dapat diperoleh dari:
·       Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah;
·       Keuntungan atas kontrak  jual-beli (al bai’);
·       Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
·       Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.
b.     Pembagian keuntungan (profit distribution)
      Pendapatan-pendapatan yang dihasilkan dari kontrak pembiayaan, setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi atau didistribusikan antara bank dengan para penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung, dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi-hasil yang diperjanjikan. Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi-hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahapp sebagai berikut:
·       Tahap pertama bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi-hasil usaha bank menurut tipenya dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%
·       Tahap kedua bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase dari masing-masing dana simpanan dengan jumlah pendapatan bank.
·       Tahap ketiga bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.
·       Tahap keempat bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.
·       Tahap kelima bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.













BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas Funding untuk disalurkan kapada aktifitas Financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Dalam menjalankan aktivitas tersebut bank syaria’ah harus menjalankan sesuai dengan pengumpulan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip islam.
Batasan dan pengukuran dana bank syari’ah dapat dilihat dari strukur modal, pemeliharaan likuiditas dan aktiva produktif (pembiayaan). Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaliguus bersfungsi sebagai penjaga kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu modal juga harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadi resiko, terutama dana-dana pihak ketiga atau masyarakat.  Secara umum likuiditas adalah kemampuan untuk merubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan pembiayaan adalah fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berupakan deficit unit.
Dana bank syari’ah bersumber dari modal inti (core capital), yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham, yakni modal yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan, dan laba ditahan. Lalu dana bank juga bersumber dari kuasi ekuitas yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shabibhul malal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan usaha bersama, dan pemilik dana pemilik dana tidak boleh mencampuri pengolahan bisnis sehari-hari. Selanjutnya dana bank bersumber dari dana titipan nasabah yaitu berupa rekening giro wadi’ah dan rekening tabungan tabungan wadi’ah.
Penggunaan dana bank syariah bisa dilihat berdasarkan earning asset, yaitu berupa bembiayaan mudharabah, salam, istisna’, murabahah dan musyarakah. Dana yang disalurkan untuk akad-akad tersebut akan menjadi produktif dan dapat menghasilkan keuntungan yang banyak. Selanjutnya dana bank syari’ah digunakan berdasarkan non earning asset yaitu berupa aktiva dalam bentuk tunai, pinjaman dan penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris. Di sini bank tidak mendapatkan keuntunggan, kalaupun ada keuntungan tersebut sangat sedikit.
Sumber pendapatan bank syari’ah berasal dari bagi-hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah, keuntungan atas kontrak jual-beli (al-bai’), hasil sewa atas kontrak ijarah, Fee dan biaya atas jasa adminitrasi lainnya. Dan alokasi pendapatan bank ditentukan berdasarkan tipe dengan tata cara membagi setiap tipe-tipe dana yang ada pada bank dengan persentase. Sesuai dangan porsinya masing-masing atau nisbah.



[1]) Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Azkia Publizer; Jakarta, 2009, hlm. 107
[2]) Admin, Manajemen-dana-bank-syariah, 12 januari 2014, from/http://tax-of-fendi.blogspot.com
[3]) Zainul Arifin, Op.cit,. hlm. 162
[4]) Ibid, hlm. 180
[5]) Muhamad, Bank Syari’ah Analisis kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman, Pustaka Pelajar; Yogyakarta, 2004, hlm. 20
[6]) Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, Rajawali Pers; Jakarta, 2014, hlm. 128

Share this

0 Comment to "Manajemen dana bank syariah"

Post a Comment