BAB II
PEMBAHASAN
1. Manajemen
Dana Bank Syari’ah
Semua
organisasi, baik yang berbentuk swasta, badan yang bersifat publik ataupun
lembaga-lembaga social kemasyarakatan, tentu mempunyai tujuan sendiri-sendiri
yang merupakan motivasi dari pendirinya. Manajemen di dalam suatu badan usaha,
baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh
motif mendapatkan keuntungan (Profit).
Untuk mendapat keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan
efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer nimanapun
mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun
organisasi kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang
dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.[1])
Manajemen
dana bank syari’ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam
mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas Funding untuk disalurkan kapada
aktifitas Financing, dengan harapan
bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas,
rentabilitas dan solvabilitas. Bank syari’ah didirikan dengan tujuan untuk
mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam, syari’ah dan
tradisinya dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain terkait.[2])
2. Batasan
dan Pengukuran Dana Bank
Syari’ah
a. Struktur
Modal
Modal merupakan
faktor yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaliguus
bersfungsi sebagai penjaga kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu modal juga
harus dapat digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadi resiko, terutama
dana-dana pihak ketiga atau masyarakat. Tingkat kecukupan modal bank dinyatakan
dengan rasio tertentu yang disebut dengan rasio kecukupan modal atau capital adequency ratio (CAR). Tingkat
kecukupan modal ini dapat diukur dengan cara membandingkan modal dengan
dana-dana pihak ketiga dan membandingkan dengan aktiva beresiko.[3])
b. Pemeliharaan
Likuiditas
Likuiditas bank
adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana
jangka pendek. Dari aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk merubah seluruh
asset menjadi bentuk tunai (cash).
Sedangkan dari sudut pasiva, adalah kewajiban bank memenuhi kebutuhan dana
melalui portofolio liabilitas. Kemampuan likuiditas asset tergantung pada
faktor utama, yaitu kandungan daya cair asset itu sendiri dan daya jual asset
tersebut.[4])
c. Aktiva
produktif (pembiayaan)
Kegiatan
pembiayaan (financing) merupakan
salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk
memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berupakan deficit unit, yang menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat
dibagi dalam:
·
Memenuhi kebutuhan
komsumsi, yang akan habis untuk memenuhi kebutuhan,
·
Produksi dalam arti
luas, yaitu untuk meningkatkan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun
investasi.
3. Sumber-sumber
Dana Bank Syari’ah
Dana
adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai,
atau aktiva lain yang dapat diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki
atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari pemilik bank itu sendiri,
tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak
lain yang sewaktu-waktu atau pada saat tertentu akan ditarik kembali, baik
secara sekaligus atau berangsur-angsur. Dalam pandangan syari’ah uang bukanlah
merupakan suatu komoditi melaikan hanya merupakan alat untuk mencapai
pertambahan nilai ekonomis (economic
added value). Hal ini berbeda dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang
mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan
produktif atau tidak. Dana bank syari’ah berasal dari tiga sumber yaitu modal
inti (core capital), kuasi ekuitas (Mudharabah account), dan titipan (wadi’ah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated
deposit).
a.
Modal Inti (Core capital)
Modal inti
adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham,
yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:
·
Modal yang disetor oleh
para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber
dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank
melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan
oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham.
·
Cadangan, yaitu
sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang didihkan untuk menutup timbulnya
resiko kerugian dikemudian hari.
·
Laba ditahan, yaitu
sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh
para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk
ditanam kembali dalam bank.
b. Kuasi
Ekuitas (Mudharabah Account)
Bank menghimpun dana
bagi hasil atas prinsip mudharabah,
yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shabibhul
malal) dengan pengusaha (mudharib)
untuk melakukan usaha bersama, dan pemilik dana pemilik dana tidak boleh
mencampuri pengolahan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi
antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya.
Berdasarkan prinsip ini bank sebagai mudharib,
bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:
·
Rekening investasi
umum, di mana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan
investasi atas dana mereka dalam bentuk berdasarkan prinsip mudharabah
mutlaqah, simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu.
·
Rekening investasi
khusus, di mana bank bertindak sebagai manejer investasi bagi nasabah institusi
(pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk
menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha proyek-proyek tertentu yang
mereka setujui atau kehendaki.
·
Rekening tabungan
mudharabah, prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengolahan rekening
tabungan. Salah satu syarat mudharabah adalah dananya harus dalam bentuk uang (monetary form), dalam jumlah tertentu
dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat
ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadiah.
c. Dana
Titipan (Wadi’ah/Non Remunerated Deposit)
Dana
titipan (wadi’ah) adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang
umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi orang menitipkan dana
kepada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk
menarik kembali dananya sewaktu-waktu.
·
Rekening giro wadi’ah,
bank islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi’ah.
Dalam hal ini bank menggunakan prinsip Wadi’ah
yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin
pembayaran kembali nominal simpanan wadi’ah.
·
Rekening tabungan
wadi’ah, prinsip wadi’ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam
mengelolah jasa tabungan, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa
penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali.
Bank memperoleh izin dari nasabah menggunakan dana tersebut selama mengendap di
bank.
4. Penggunaan
Dana Bank Syari’ah
Tampak
jelas bahwa keberadaan lembaga keuangan dalam islam sangatlah vital karena
kegiatan bisnis dan roda ekonomi tidak akan berjalan tampanya. Dalam bank
syariah terdapat bagaimana cara bank mengelola dan menggunakan dana, yaitu:
a. Earning
Asets
·
Mudharabah, bank dapat
menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja, hingga 100%, sedangkan
nasabah menyediakan usaha dan manajemennya. Bagi hasil keuntungan melalui
perjanjian yeng sesuai dengan porsinya atau disebut Nisbah.
·
Salam, pembiayaan
kepada nasabah untuk membuat barang tertentu atau pesanan pihak-pihak lain atau
pembeli. Bank memberikan dana pembiayaannya di awal untuk membuat barang
tersebut setelah adanya kesepakatan tentang harga jual kepada pembeli. Barang
yang akan dibeli berada dalam tanggungan nasabah dengan ciri-ciri yang telah
ditentukan.
·
Istisna’, pembiayaan
kepada nasabah yang terlebih dahulu memesan barang kepada bank atau produsen
lain dengan kriteria tertentu , kemudian nasabah dan bank membuat perjanjian
yank mengikat tentang harga jual dan cara pembayarannya.
·
Murabahah, pembiayaan
barang local ataupun internasional. Pembelian ini dapat diaplikasikan untuk
modal kerja dan pembiayaan investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan.
·
Musyarakah, pembiayaan
sebagian dari modal usaha keseluruhan, dimana pihak bank akan dilibatkan dalam
proses manajemen dan pembagian pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan.[5])
b. Non
Earning Assets
·
Aktiva dalam Bentuk
Tunai (Cash Assets)
Aktiva
dalam bentuk tunai (cash assets),
yaitu terdiri dari uang tunai
dalam vault, cadangan likuiditas (primary reserve) yang harus
dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan item-item tunai
lain yang masih dalam proses penagihan. Dari cash assets ini bank
tidak memperoleh penghasilan, dan kalaupun ada sangat kecil dan
tidak berarti. Namun demikian, investasi pada
cash assets adalah penting untuk mendukung fungsi simpanan dalam bank, dan dalam beberapa hal juga diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan layanan dari
bank koresponden yang berkaitan dengan pembiayaan investasi.
·
Pinjaman (qard), adalah salah satu kegiatan bank
dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran islam. Untuk
kegiatan ini bank tidak memperoleh penghasilan karena bank dilarang untuk
menerima imbalan apapun dari penerima qard.
·
Penanaman dana dalam
aktiva tetap dan inventaris (premises and
equipment), penanaman dana dalam bentuk ini juga tidak menghasilkan
pendapatan bagi bank, tetapi merupakan kebutuhan bank untuk memfasilitasi
pelaksanaan fungsi kegiatannya.
Fasilitas ini terdiri dari bangunan gedung, kendaraan dan peralatan lainnya
yang dipakai oleh bank dalam rangka menyediakan pelayanannya kepada nasabahnya.
5. Sumber dan Alokasi Pendapatan
Dana
yang telah diperoleh bank akan dialokasikan untuk menghasilkan pendapatan. Dari
pendapatan tersebut, kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan.
Dalam hal ini perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh
bank syariah.[6])
a.
Sumber pendapatan
bank syariah
Sesuai dengan akad-akad penyaluran
pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana tersebut dapat
memberikan pendapatan bank. Hal ini dikatakan sebagai sumber-sumber pendapatan
bank syariah. Dengan demikian, sumber pendapatan bank syariah dapat diperoleh
dari:
·
Bagi hasil atas
kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah;
·
Keuntungan atas
kontrak jual-beli (al bai’);
·
Hasil sewa atas
kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
·
Fee dan biaya
administrasi atas jasa-jasa lainnya.
b.
Pembagian
keuntungan (profit distribution)
Pendapatan-pendapatan yang dihasilkan dari
kontrak pembiayaan, setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional, harus
dibagi atau didistribusikan antara bank dengan para penyandang dana, yaitu
nasabah investasi, para penabung, dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi-hasil yang diperjanjikan.
Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah
bagi-hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan
penghasilannya dengan tahap-tahapp sebagai berikut:
·
Tahap pertama bank
menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas
bagi-hasil usaha bank menurut tipenya dengan cara membagi setiap tipe dana-dana
dengan seluruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%
·
Tahap kedua bank
menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe dengan cara
mengalikan persentase dari masing-masing dana simpanan dengan jumlah pendapatan
bank.
·
Tahap ketiga bank
menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan sesuai
dengan nisbah yang diperjanjikan.
·
Tahap keempat bank
harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana,
kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari
masing-masing tipe simpanan.
·
Tahap kelima bank
mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe
simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Manajemen
dana bank syari’ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam
mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas Funding untuk disalurkan kapada
aktifitas Financing, dengan harapan
bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas,
rentabilitas dan solvabilitas. Dalam menjalankan aktivitas tersebut bank
syaria’ah harus menjalankan sesuai dengan pengumpulan dan penyaluran dana
berdasarkan prinsip islam.
Batasan dan
pengukuran dana bank syari’ah dapat dilihat dari strukur modal, pemeliharaan
likuiditas dan aktiva produktif (pembiayaan). Modal merupakan faktor yang
sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaliguus bersfungsi
sebagai penjaga kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu modal juga harus dapat
digunakan untuk menjaga kemungkinan terjadi resiko, terutama dana-dana pihak
ketiga atau masyarakat. Secara umum
likuiditas adalah kemampuan untuk merubah seluruh asset menjadi bentuk tunai (cash). Sedangkan pembiayaan adalah
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berupakan deficit unit.
Dana bank
syari’ah bersumber dari modal inti (core
capital), yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham, yakni modal
yang disetor oleh para pemegang saham, cadangan, dan laba ditahan. Lalu dana
bank juga bersumber dari kuasi ekuitas yaitu akad kerja sama antara pemilik
dana (shabibhul malal) dengan
pengusaha (mudharib) untuk melakukan
usaha bersama, dan pemilik dana pemilik dana tidak boleh mencampuri pengolahan
bisnis sehari-hari. Selanjutnya dana bank bersumber dari dana titipan nasabah
yaitu berupa rekening giro wadi’ah dan rekening tabungan tabungan wadi’ah.
Penggunaan dana
bank syariah bisa dilihat berdasarkan earning asset, yaitu berupa bembiayaan
mudharabah, salam, istisna’, murabahah dan musyarakah. Dana yang disalurkan
untuk akad-akad tersebut akan menjadi produktif dan dapat menghasilkan
keuntungan yang banyak. Selanjutnya dana bank syari’ah digunakan berdasarkan
non earning asset yaitu berupa aktiva dalam bentuk tunai, pinjaman dan
penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris. Di sini bank tidak
mendapatkan keuntunggan, kalaupun ada keuntungan tersebut sangat sedikit.
Sumber
pendapatan bank syari’ah berasal dari bagi-hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah, keuntungan atas kontrak
jual-beli (al-bai’), hasil sewa atas
kontrak ijarah, Fee dan biaya atas jasa adminitrasi lainnya. Dan alokasi pendapatan
bank ditentukan berdasarkan tipe dengan tata cara membagi setiap tipe-tipe dana
yang ada pada bank dengan persentase. Sesuai dangan porsinya masing-masing
atau nisbah.
[5]) Muhamad, Bank Syari’ah Analisis kekuatan, Peluang,
Kelemahan dan Ancaman, Pustaka Pelajar; Yogyakarta,
2004, hlm. 20
0 Comment to "Manajemen dana bank syariah"
Post a Comment